December 4, 2013

Ngenger

Senja berganti keruh, bergulir dibalik jendela bergorden merah jambu
Angin melebur tawa, pelangi pun mulai berangsur kelabu
Petir saling beradu, meninggalkan guratan di langit yang tampak sendu
Saya melarikan diri kedalam rumah, yang jauh dari kata mewah, bersembunyi di balik tumpukan selimut paling bawah...

Sebenarnya mungkin saya tak perlu sembunyi, toh mereka juga tidak ada yang perduli.
Saya mempercepat langkah kaki sambil merinding, meningalkan mereka bergunjing, menghibur diri saya yang terasing...

Tiba-tiba kaki saya terhenti, oleh segerumbulan orang yang saling mencaci,
Mengatas-namakan hati, namun mata mereka saling menatap penuh benci.

Kuping saya sakit, suara maha keras menghantam gendang telinga saya.
Bukan.. bukan suara petir.. bukan pula gonggongan anjing tetangga yang kurang waras itu.
Berulang.. suara itu kembali terdengar nylekit, saya segera membuka mata.
Sibuk mencari asal suara sampai kepala melintir, pandangan saya berhenti di depan pintu.

Sambil berjinkat saya dekati pintu tersebut, perlahan-lahan saya ketok dengan lembut.
Satu kali tidak ada suara...
Dua kali tidak ada suara...
Tiga kali tidak ada suara...
Aaaaggghh nekat sajalah, sudah kepalang basah.
Saya putar kenopnya perlahan, setengah mengintip saya melihat wanita bertubuh buncit.
Bau busuk dari dalam langsung menyeruak keluar, saya mual, ingin muntah.
Mereka sedang berpesta pora, tanpa memperhatikan kehadiran saya, melintasi ruangan dengan kaki berjinjit.

Sosok hitam, kecil begini mana mungkin menarik perhatian meraka yang suka dengan segala sesuatu yang serba bersinar... Ngaco!

Pikiran saya kembali menarik diri kedalam tumpukan selimut..
Gaungan suara itu kembali terlintas, putus sudah urat malu..
Tapi saya terbiasa mengabaikan suara yang berasal dari mulut berbau kentut.
"emang dunia ini punya bapak lu?" Pikir saya pilu...

Mulai sekarang saya tak akan lagi bersembunyi di balik selimut,
Meringkuk memeluk bantal butut..
Saya sadar mereka akan tetap berdiri disitu, di setiap pojok-pojok jalan,
Di setiap persimpangan, bahkan di setiap selokan.. 
Pilihan ada ditanggan saya, bukan mereka.
Mata saya memang tidak buta untuk selalu melihat kehadiran mereka.
Walau lidah saya kelu, tubuh penuh dengan peluh.. SAYA TIDAK AKAN MENGELUH!!





Yang sedang merindukan rumah,

 RistiaPrasetyo